De invloed van de cultuurmaatschapp

De invloed van de cultuurmaatschappijen; DPV, DSM en Belawan
De tabakscultuur, begonnen bij havenplaats Laboehan Deli, breidde zich vanaf de beginjaren zeventig snel landinwaarts uit, waarbij de verspreid liggende Maleise kampongs in de kuststreek als Poelau Brayan, Medan Poetri, Kesawan,Kampong Baroe, Kloempang, Pertjoet en Soenggal, in nog geen decennium geheel omsloten raakten cioor ondernemingsgronden. Deze expansie was niet alleen een gevolg van de toename van het aantal ondernemingen, maar vooral ook van de omstandigheid dat tabak hier slechts in wisselbouw kon worden geteeld. Na elke oogst moest de grond ten minste zes tot zeven jaar kunnen herstellen, alvorens voldoende vruchtbaarheid te hebben herwonnen voor een volgende aanplant van tabak. Derhalve waren de ondernemingen genoodzaakt voortdurend nieuwe concessies aan te vragen, die door de sultan steeds ook werden verleend.

Hasil (Bahasa Indonesia) 1:

Dampak budaya masyarakat; BOT, DSM dan Belawan Budaya tembakau, dimulai di pelabuhan tempat Laboehan Deli, diperpanjang dari awal tahun tujuh puluhan dengan cepat pedalaman, mana Kampung-Kampung Melayu yang tersebar di daerah pesisir Poelau Brayan, Medan Poetri, Kesawan, Kampong Baroe, Kloempang, Pertjoet dan Soenggal, perusahaan cioor dalam waktu kurang dari dekade yang tertutup taman. Ekspansi ini bukanlah hanya hasil dari peningkatan jumlah perusahaan, tetapi di atas semua fakta bahwa tembakau bisa tumbuh di sini hanya dalam rotasi tanaman. Setelah setiap selesai panen harus tanah setidaknya enam sampai tujuh tahun dapat memulihkan, sebelum mendapatkan kembali cukup kesuburan lain tanam tembakau. Perusahaan itu terpaksa terus-menerus meminta konsesi baru, yang diberikan oleh sultan pernah juga.

Hasil (Bahasa Indonesia) 2:

Pengaruh masyarakat budaya; DPV, DSM dan Belawan
tabakscultuur dimulai pukul havenplaats Laboehan Deli, diperluas dari tujuh puluh beginjaren cepat pedalaman dari mana desa-desa Melayu yang tersebar di wilayah pesisir sebagai Pulau Brayan, Medan Poetri, Kesawan, Kampong Baru, Kloempang, Pertjoet dan Soenggal tertutup seluruhnya dalam waktu kurang dari satu dekade yang cioor alasan perusahaan. Ekspansi ini tidak hanya akibat dari peningkatan jumlah perusahaan, tetapi juga dari fakta bahwa tembakau bisa tumbuh di sini hanya dalam rotasi. Setelah setiap panen, tanah bisa pulih setidaknya enam sampai tujuh tahun, sebelum setelah pulih kesuburan cukup untuk tembakau tanam berikutnya. Oleh karena itu perusahaan dipaksa untuk terus-menerus mencari konsesi baru, yang semakin juga diberikan oleh sultan.